السّلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرّحمن الرّحيم

الحمد لله ربّ العالمين والصّلاة والسّلام على أشرف الأنبياء والمرسلين سيّدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين


Adapun kemudian dari itu, ana merasa sangat gembira kerana dengan izinNya masih lagi diberikan kesempatan & kemampuan untuk sekali lagi membina blog bagi mencoretkan pengalaman ana yang mudah-mudahan akan dapat memanfaati para pembaca sekalian, insyAllah.


Pun begitu, ana yang jahil ini sangat-sangat mengharapkan teguran & pembetulan yang ikhlas serta penuh ukhuwwah Islamiyyah dari para pembaca sekiranya ada dari catatan ana nanti mengandungi kelemahan-kelemahan & kesilapan-kesilapan. Mudahan dengan teguran & pembetulan dari saudara semua, segala kesilapan & kelemahan dapat ana perbaiki. Jadi ana terlebih dahulu mengucapkan ribuan terima kasih di atas kesudian & keikhlasan saudara itu. Semoga Allah t.a. menilainya sebagai satu amalan jariah di sisiNya.


Wa Billahit Taufiq Wal Hidayah,


والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

17 April, 2012

MEMURNIKAN PANDANGAN TERHADAP WALI SONGO

Oleh:
Shohibul Faroji Azmatkhan
(Mursyid Tarekat Walisongo, Arkeolog & Genealog Walisongo)

Kisah perjuangan sembilan wali (Walisongo) dalam syiar Islam di tanah Jawa pada abad ke-17 sudah banyak diketahui umat. Namun, pengetahuan masyarakat itu tak jarang bercampur dengan unsur sinkretisme (paham pencampuran budaya bahkan klenik dalam peribadatan) yang tidak ada dalam Islam dan para wali pun tidak mengajarkannya.

Munculnya sinkritisme dalam pemahaman masyarakat mengenai keberadaan Walisongso banyak yang berasal dari dongeng secara turun temurun yang dibumbui oleh kisah-kisah yang irrasional. Tak ayal banyak pula bagian dari cerita tersebut yang sebenarnya hanya budaya masyarakat setempat.

Maka solusinya, seharusnya pemahaman masyarakat tentang walisongo yang berasal dari dongeng tersebut, harus diluruskan dan diarahkan, dengan cara menyajikan informasi ilmiah berdasarkan arkeologi sejarah tentang eksistensi walisongo dan dakwahnya.

Pemahaman masyarakat terhadap Walisongo salah satunya adalah tentang pengertian kata 'songo' atau 'sanga'. Ada yang menghubungkan pengertian 'sanga' dengan keberadaan jumlah dewa-dewa Hindu -- yang dikenal masyarakat Jawa sebelum kedatangan Islam. Pemahaman masyarakat tersebut perlu dikaji secara ilmiah dengan memikirkan situasi dan kondisi mayarakat pada masa itu. Dengan demikian pandangan yang tidak sesuai dengan dasar Islam -- Alquran dan Hadits -- dapat diluruskan.

Contoh sinkritisme pemahaman masyarakat tentang walisongo (merupakan salah tafsir dari masyarakat, disebabkan penulisan sejarah tidak berdasarkan data ilmiah, tetapi berdasarkan mitos dan legenda):

Kesalahan masyarakat dalam memahami pengertian walisongo, yaitu ada sebagian masyarakat yang menyebut walisongo itu berasal dari kata "sanga" yang dihubungkan dengan dewa-dewa agama Hindu. Akibatnya muncul tradisi-tradisi hindu yang diamalkan oleh sebagian kecil umat Islam, dan ketika mereka ditegur, mereka menjawab, ini ajaran walisongo. Padahal bukan. seperti: ajaran semedhi, mengantarkan mayat dengan membawa payung, berziarah dengan membawa bunga, membakar kemenyan, acara tujuh harian kematian, empat puluh harian, dan beberapa tradisi hindu yang diadopsi oleh umat Islam selama ini. Padahal WALISONGO tidak pernah mengajarkan bid'ah, takhayyul dan khurafat, seperti apa yang berkembang di masyarakat saat ini. Karena sejarah membuktikan bahwa sunan-sunan Walisongo adalah kumpulan para mursyid (guru tarekat) yang sekaligus seorang fuqoha' (pakar ilmu syari'at), di samping mereka seorang mujahid Islam yang pemberani.

Kesalahan masyarakat dalam memahami pengertian "keramat" atau "karomah", yang diterjemahkan dengan kesaktian seorang wali. Sehingga yang diilustrasikan oleh beberapa film dan sinetron walisongo, adalah adegan-adegan kekerasan, duel beladiri, atraksi kesaktian, dan keanehan-keanehan semacam sulap. Padahal seharusnya pemahaman yang benar adalah Karomah Walisongo artinya Kemuliaan walisongo itu terletak pada penerapan Aqidahnya yang benar terhadap masyarakat, yaitu mengubah aqidah masyarakat yang sinkritisme, animisme, sekulerisme, pluralisme, liberalisme bahkan atheisme, diryubah menjadi aqidah TAUHID, penerapan syariat Islam secara "rahmatal lil alamin" dengan metode dakwah yang halus dan lembut, serta keteladan para walisongo melalui muamalah Islam dengan menerapkan perdagangan Islam, membentuk kafilah dagang, mensosialisasikan penerapan mata uang dinar emas dan dirham perak, keteladanan dalam berkhlakul karimah, dan bertarekat dengan tarekat walisongo, yaitu tarekat yang berlandaskan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, dan konsisten dalam Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah.

Menyebut Syekh Siti Jenar berasal dari cacing. Ini adalah cerita dari mulut ke mulut, atau legenda yang tidak rasional, dan menyalahi Hukum Allah. 

Menyebut Maulana Malik Israil ditafsirkan difitnah sebagai seorang Yahudi yang berdakwah Islam di tanah Jawa, Padahal Gelar Maulana Malik Israil di dapat karena beliau ditunjuk sebagai Raja di Kawasan Al-Quds (sekarang menjadi negara Palestina dan Israel) pada era Khilafah Turki Utsmani, Khalifah Muhammad II Al-Fattah (berkuasa antara tahun 855H/1451 M - 884H/ 1481 M). Nama asli Maulana Malik Israel adalah Sayyid Ali Nurul Alam bergelar Maulana Malik Israel atau Sultan Qunbul, yang merupakan Kakek dari Sunan Gunung Jati. Silsilah Nasabnya adalah Sayyid Ali Nurul Alam bin Husain Jamaluddin bin Ahmad Jalaluddin bin Abdullah Azmatkhan bin Sayyid Abdul Malik bin Alwi (Ammul Faqih Muqaddam) bin Muhammd Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alawi bin Muhammad bin Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu Thalib dan Fatimah az-Zahra binti Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam. 

Pernikahan para syarifah keturunan walisongo dengan Raja Majapahit yang hindu, juga tidak benar. Karena sampai sekarang ini, keluarga besar keturunan walisongo, masih berpegang teguh dengan "Kafa'ah Syarifah", yang mengajarkan bahwa syarifah (wanita keturunan walisongo hanya bisa menikah dengan sayyid). 

Pemahaman yang salah dari masyarakat juga, terjadi dengan menyebut ajaran kejawen (javanisme) sebagai warisan dari ajaran walisongo, seperti beberapa kitab jawa tentang sinkritisme jawa-hindu-islam, seperti ajaran tapa brata, semedhi, yoga brata. Padahal fakta ilmiahnya, para walisongo tidak pernah mengajarkan kekufuran semacam itu.

1 ulasan:

  1. pemahaman tentang Wali Songo yang tidak akurat dan tidak ilmiah seharusnya diluruskan, karena bisa jadi pemahaman tersebut akan melunturkan citra para ulama pewaris Nabi SAW.

    BalasPadam